Semarang - Senin, (18/03) Survei Persepsi Kualitas Pelayanan (SPKP) dan Survei Persepsi Anti Korupsi (SPAK) yang Digagas oleh Badan Strategi Kebijakan (BSK) Hukum dan HAM untuk mengetahui apakah kegiatan di satuan unit kerja memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan apakah masih terdapat ruang untuk korupsi.
Namun dalam praktiknya, dalam melakukan penyidikan, ada beberapa hal yang dikemukakan.
Banyak Unit Pelaksana teknis (UPT) yang cakupan pelayanannya terbatas tidak mampu memenuhi standar minimal 30 responden per bulan.
Berbeda halnya dengan unit kerja yang cajupan pelayanannya luas seharusnya tidak ditentukan berdasarkan jumlah minimal responden, melainkan berdasarkan jumlah penerima layanan.
Hal ini yang menjadi dasar pengajuan usulan laporan evaluasi pelaksanaan SPAK dan SPKP ke Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah Tahun 2024.
“Tahun ini fokus monitoring dan evaluasi pelaksanaan survei adalah pada upaya mengumpulkan lebih banyak responden secara proporsional dan memantau pelaksanaannya, ” kata Anggiat Ferdinan, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM dalam kegiatan yang di ikuti seluruh UPT secara virtual.
"Kantor wilayah sebagai pelaksana kegiatan BSK di daerah harus mencerminkan jumlah peserta survei di seluruh satuan kerja yang berada di bawahnya agar pelaksanaannya optimal, ” lanjut Anggiat di dampingi Kabid HAM Lista Widyastuti.
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing unit kerja.
Baca juga:
Iwan Fals: Perubahan Bukan Pergantian
|
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan oleh Andhy Kusriyanto, Kasubid Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, mengenai teknis pengumpulan laporan SPAK dan SPKP.
Pada kesempatan itu juga menghadirkan 2 narasumber secara virtual yaitu Statistisi Madya BPS Jateng Hayu Wuranti, dan Analis Kebijakan Pertama BSK Tri Lestari.
Turut hadir secara langsung Kasubag Humas RB dan TI Hazmi Saefi, beserta para operator Survei 3AS Kantor Wilayah.